Bagi sebagian
besar warga Jakarta, lokasi wisata di luar kota yang biasanya sering
dikunjungi namun masih dalam jangka
waktu tempuh berkendara mobil di bawah 5 jam adalah Bandung atau Garut di timur
Jakarta, Anyer di barat, atau Sukabumi di selatan. Namun, sebenarnya ada lagi lokasi wisata lain
yang berada tidak jauh dari Jakarta yang menawarkan alternatif wisata yang
berbeda dengan beberapa lokasi yang disebut di atas. Lokasi tersebut adalah
Cirebon dan Kuningan.
Kota Cirebon
terletak sekitar 250 km dari Jakarta yang dapat ditempuh selama 5 jam melalui
Tol Cikampek, jalur pantai utara, dan Tol Palimanan-Kanci, sedangkan Kota Kuningan kurang lebih berjarak sama dari
Jakarta dengan waktu tempuh yang tidak jauh berbeda. Cirebon dan Kuningan
sendiri hanya dipisahkan oleh jarak sekitar 25 km.
Cirebon sarat
dengan peninggalan budaya dan sejarah. Salah satu lokasi yang wajib disambangi
adalah Keraton Kasepuhan. Keraton ini adalah keraton paling besar di Cirebon
dan didirikan pada tahun 1452 oleh Pangeran Cakrabuana. Keraton ini
memiliki museum yang cukup lengkap dan berisi benda pusaka dan lukisan koleksi
kerajaan. Salah satu koleksi yang ada adalah kereta Singa Barong yang merupakan
kereta kencana Sunan Gunung Jati.
Kebetulan pada
saat kami sekeluarga berwisata ke Cirebon adalah hari Jumat sehingga jadwal
disesuaikan dengan mengunjungi keraton terlebih dahulu dan dilanjutkan ke
Masjid Sang Cipta Rasa sekaligus menjalankan ibadah shalat Jumat. Masjid ini terletak
di sebelah barat alun-alun Keraton Kesepuhan Cirebon. Masjid yang juga dikenal
sebagai Masjid Agung Kasepuhan ini merupakan salah satu masjid tertua di
Cirebon, yaitu dibangun sekitar tahun 1480 M atau satu periode dengan saat Wali
Songo menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.
Di masjid ini ada
beberapa keunikan yang belum pernah saya temui di masjid-masjid lain tempat saya
pernah menjalankan ibadah Shalat Jumat. Yang pertama adalah Adzan Pitu, yang merupakan
tradisi yang sangat unik karena adzan dilaksanakan oleh tujuh orang muadzin
secara bersamaan. Selain itu, keunikan lainnya adalah adanya Doa Qunut pada
rokaat terakhir, dan khutbah yang diberikan dalam 100% bahasa Arab.
Selain wisata
budaya dan sejarah, Cirebon juga terkenal dengan wisata kuliner. Ada beberapa
jenis makanan yang terkenal dari Cirebon, mulai dari empal gentong, nasi
jamblang, nasi lengko, tahu gejrot, hingga manisan mangga. Namun, yang paling
terkenal di antara semua itu adalah empal gentong. Makanan ini adalah gulai
daging bersantan yang dipadu dengan beragam bumbu di dalamnya, seperti bumbu
kuning yang ditambah kapulaga. Bumbu, daging, dan jeroan kemudian dimasak
menggunakan kayu bakar dari pohon mangga di dalam gentong selama berjam-jam
hingga empuk dan disajikan dengan nasi atau lontong dengan pelengkap daun kucai
dan sambal bubuk giling. Demikian terkenalnya masakan ini sehingga hampir semua
penjuru kota Cirebon terdapat rumah makan yang menawarkan sajian utama empal
gentong.
Puas mengunjungi
situs sejarah dan budaya di Cirebon serta menikmati sajian khas kota ini, kami
sekeluarga menuju Kuningan untuk melihat situs penting dalam sejarah berdirinya
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu Museum Perundingan Linggarjati.
Museum
Linggarjati terletak di Kabupaten Kuningan, tepatnya di Desa Linggarjati, di
kaki Gunung Ciremai. Bangunan ini menjadi tempat berlangsungnya
perundingan antara Indonesia-Belanda pada tanggal 11-12 November 1946 yang
menghasilkan Perjanjian Linggarjati yang salah satu keputusan pentingnya adalah
Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa,
Sumatera dan Madura dan bahwa Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling
lambat tanggal 1 Januari 1949. Ketua delegasi Indonesia adalah Sutan Sjahrir, sedangkan
ketua delegasi Belanda adalah W. Schermerhorn, dan penengah berasal dari
Inggris, yaitu Lord Killearn.
Mengunjungi museum
ini menumbuhkan kebanggaan tersendiri atas keberhasilan bangsa Indonesia
memperjuangkan pengakuan atas kemerdekaan Indonesia, perjuangan yang dilakukan oleh
para pahlawan, baik dalam bentuk angkat senjata maupun melalui meja perundingan,
di mana pahlawan-pahlawan tersebut kini sudah dimakamkan di bumi pertiwi. Saya
lantas teringat pada salah satu lirik lagu kesukaan saya “Our freedom has the price, the costs are buried in the ground.”
Tidak lengkap
rasanya mengunjungi Kuningan tanpa mencicipi kuliner khas daerah tersebut. Salah
satu favorit saya adalah tape ketan. Makanan yang satu ini terbuat dari beras
ketan yg difermentasi dengan ragi, dibungkus dengan daun jambu air dan diberi
pewarna dengan daun katuk serta banyak dijual dalam kemasan ember. Selain itu,
ada juga Jeniper. Mengingat logat urang
Sunda yang sering menyebut huruf ‘f’ dengan ‘p’, mungkin orang pikir ini ada
hubungannya dengan Jenifer Lopez. Namun, ternyata kuliner ini adalah singkatan
dari Jeruk Nipis Peras yang merupakan minuman khas Kuningan.
Akhirnya,
tibalah waktunya bagi kami untuk kembali ke Jakarta dengan segudang cerita atas
budaya, sejarah, dan kuliner di Cirebon dan Kuningan, yang semakin menambah
kecintaan kepada tanah air Indonesia.
1 comments:
pengen banget bisa ke kuningan dan cirebon,
Post a Comment