16 September 2018

Serba-serbi Masjid Nabawi


Laiknya orang yang bepergian ke Tanah Suci, entah dalam rangka umroh atau haji, mereka pasti akan dibekali pengetahuan mengenai dua masjid suci, Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah. Namun, meskipun demikian, tak urung banyak hal baru yang ditemui yang tidak pernah dijelaskan sebelumnya di dalam manasik. Karena itu, saya mencoba merangkum hal-hal yang menarik yang saya temui selama berada di salah satu dari dua masjid suci tersebut, yaitu Masjid Nabawi.

Ada nuansa yang berbeda antara Masjid Nabawi dengan Masjidil Haram. Masjidil Haram, menurut saya, ibarat suatu akademi militer. Hiruk pikuk dengan orang-orang yang bergerak bersama-sama melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah atau melakukan shai antara Shafa dan Marwa sambil berlari kecil seraya mengucapkan kalimat:  Rabbighfir warham wa'fu watakarram…” (“Ya Allah, ampunilah, sayangilah, maafkanlah…”). Terus menerus, pagi siang sore malam, dua puluh empat jam. Energi yang terpancarkan dari kegiatan-kegiatan itu subhanallah luar biasa besarnya. Konon energi tersebutlah yang menyebabkan bumi masih tetap berputar di porosnya. Wallahu’alam bisawab.

Masjid Nabawi, di sisi lain, punya nuansa yang berbeda. Saya mengibaratkan ia sebagai pesantren. Tenang, khusyuk, syahdu, penuh dengan penyampaian ilmu dari guru kepada muridnya, atau dari para ustadz kepada para jamaahnya. Orang-orang menundukkan kepala, membaca kitab suci Alquran, atau menengadahkan tangan seraya memanjatkan doa. Di sudut-sudut lain, jamaah bisa mendengarkan kajian dari para ustadz yang disampaikan dalam berbagai bahasa termasuk bahasa Indonesia, atau ikut belajar membaca Quran bersama jamaah lain yang dibimbing oleh para pengajar yang disediakan oleh masjid. OK, memang ada satu spot di Masjid Nabawi yang hiruk pikuk, yaitu di Raudhah, tapi secara umum, saya selalu  mengingat Masjid Nabawi seperti deskripsi saya tadi.

Selepas Shalat Subuh

ORIENTASI MASJID NABAWI

Masjid Nabawi merupakan salah satu masjid terbesar di dunia. Tidak heran banyak orang yang tersesat di dalamnya. Masjid tersebut dikelilingi oleh pagar dengan gerbang yang berjumlah 40 buah, sementara pintu masuk ke dalam masjid juga berjumlah 40 (lihat Denah Masjib Nabawi).

Denah Masjid Nabawi

Bagian depan Masjid Nabawi ditandai dengan kubah berwarna hijau, di mana di bawahnya terletak area Raudhah dan makam Rasulullah SAW. Waktu itu saya tinggal di hotel di jalan Abdulaziz Bin Saleh (lihat bagian atas denah) sehingga pintu masuk terdekat ke dalam pelataran masjid adalah melalui Gerbang 37 dan masuk ke dalam masjid juga melalui Pintu 37.

Pertama kali saya melihat Masjid Nabawi, saya takjub atas keindahan masjid ini. So beautiful! Foto-foto yang saya tampilkan di sini tidak bisa menggambarkan keindahan sebenarnya. And wait till you see the inside!

Fasad Masjid Nabawi, Madinah.


Biasanya selepas shalat subuh, saya menjelajah ke berbagai area masjid, salah satunya adalah bagian atap. Akses ke atap bisa dilakukan melalui Pintu 36 dan beberapa pintu lainnya. Ternyata area shalat di atas sangat besar. Mestinya para jamaah tidak perlu khawatir tidak kebagian tempat untuk shalat. Namun, tentu saja di atas ini tidak akan sesejuk di bagian dalam karena merupakan area terbuka, apalagi jika siang hari.

Di Atap Masjid Nabawi


View dari Atap

AIR ZAMZAM

Di bagian luar Masjid Nabawi banyak terdapat keran air minum yang bisa langsung kita minum atau simpan dalam botol-botol penyimpan. Airnya sejuk dan menyegarkan, tapi jangan salah, ini bukanlah air zam-zam, melainkan air biasa. Air zam-zam bisa ditemui di berbagai sudut masjid, ditandai dengan termos-termos besar berwarna krem yang diletakkan berjajar di lantai.

Termos Air Zamzam tersebar di berbagai area Masjid Nabawi

Waktu saya tiba di Madinah, saya dalam kondisi flu sehingga menghindari minuman dingin. Namun, tiap kali saya menuangkan air zam-zam ke dalam gelas, lantas meminumnya, selalu air yang didapat adalah air dingin. Tidak lama baru saya perhatikan bahwa ternyata ada termos yang berisikan air zam-zam yang tidak dingin, ditandai dengan tulisan “Not Cold.” Namun jumlah termos untuk air yang tidak dingin ini memang jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan yang dingin. Biasanya hanya ada 1 termos yang tidak dingin dalam satu kelompok termos air zam-zam.

Selain masalah air dingin atau tidak dingin, ada satu prosedur mengenai penggunaan gelas untuk minum. Gelas plastik yang belum dipakai diletakkan bertumpuk di bagian kanan dengan mulut gelas menghadap ke bawah. Setelah selesai menuangkan air zam-zam dan meminumnya, gelas diletakkan di bagian kiri dengan mulut gelas menghadap ke atas. Sementara jika air di gelas tidak habis, bisa dibuang di wadah penampung di bawah termos. Kalau saya sih sayang membuang air zam-zam, teguk terus sampai tetes terakhir..

Air Zamzam yang dingin atau tidak dingin

Air zam-zam ini didatangkan langsung dari Makkah dengan menggunakan truk-truk. Sepengetahuan saya, truk-truk ini akan masuk ke lokasi parkir di bagian bawah masjid, untuk selanjutnya air zam-zam akan dimasukkan ke dalam termos dan didistribusikan ke dalam seluruh area masjid.
Pengelolaan Air Zamzam


RAK-RAK

Pertama kali masuk ke dalam Masjid Nabawi, saya meletakkan sepatu di rak sepatu di dekat pintu masuk. Big mistake! Hehe…Karena saya doyan menjelajah, terpaksa saya harus kembali ke pintu yang sama dengan pertama kali masuk, padahal seringkali jaraknya amat jauh, dari ujung masjid ke ujung masjid lainnya. Ternyata, sepatu bisa diletakkan di berbagai rak yang berada di dalam area Masjid Nabawi. Biasanya rak-rak sepatu tersebut ada di bawah tiang-tiang yang banyak tersebar di berbagai masjid. Jangan lupa untuk menghapal nomor rak sepatu tersebut. Saya pernah lupa di rak berapa saya meletakkan sepatu, sehingga butuh waktu mungkin sampai sepuluh menit baru berhasil menemukan lokasi sepatu saya berada.

Selain rak sepatu, ada juga rak-rak Alquran dari berbagai negara dan bahasa termasuk bahasa Indonesia. Berhubung saya bawa Alquran sendiri dari Jakarta, saya tidak pernah menggunakan fasilitas ini.

Rak Alquran dan Rak Sepatu

Untuk jamaah yang membutuhkan, terdapat banyak kursi yang berada di dekat pintu masuk maupun di berbagai lorong di masjid. Silakan ambil sendiri dan jangan lupa untuk mengembalikan ke tempat  yang telah disediakan, meskipun tidak harus dikembalikan ke tempat semula.

Peminjaman Kursi


BERBUKA BERSAMA

Di Masjid Nabawi, pada saat Shalat Maghrib, ada kegiatan buka bersama. Saya lupa, apakah setiap malam atau hanya hari Senin dan Kamis saja. Mengingat waktu itu saya berada di Madinah selama 8 hari dan tidak setiap hari melihat ada buka puasa, asumsi saya buka puasa ini dilakukan pada hari Senin dan Kamis. Please comment ya, jika saya salah. Menu berbukanya sendiri sangat sederhana, hanya beberapa butir kurma dan roti bulat yang entah apa namanya, yang dipotong-potong kecil. Air minum juga tersedia, berupa air teh. Saya sangat menikmati acara buka puasa ini, bukan dari sisi makan-minumnya, melainkan dari sisi kebersamaan dengan jamaah lain dari seluruh dunia yang sama-sama mencari ridha Allah di Masjid Nabawi.


Roti dan Kurma untuk Berbuka


Suasana Berbuka Puasa

CERAMAH SUBUH DAN MAGHRIB

Dari obrolan sesama jamaah, saya baru tahu bahwa setiap selesai shalat Subuh dan Maghrib ada ceramah berbahasa Indonesia di antara pilar-pilar Masjid Nabawi, tepatnya di dekat Pintu 19. Penceramah di waktu Subuh dan Maghrib adalah orang yang berbeda. Waktu itu, untuk penceramah ba’da Maghrib adalah Ustadz Firanda Andirja yang belakangan setelah balik ke Jakarta baru saya tahu adalah salah seorang dai ternama di Indonesia. Untuk penceramah ba’da Subuh adalah salah satu mahasiswa di Universitas Islam Madinah.

Waktu itu ada kejadian lucu. Saya sudah berada di lokasi ceramah waktu masih sepi. Satu demi satu jamaah lain datang, saya mulai curiga, kok tampangnya lebih mirip orang Timur Tengah dibandingkan orang Indonesia. Dan benarlah, begitu penceramah datang dan mulai berceramah dengan bahasa yang tidak saya mengerti, saya sadar, ini salah area, padahal sama-sama dekat Pintu 19. Lalu saya pindah ke lokasi tidak jauh dari situ untuk ceramah khusus Bahasa Indonesia. Hebatnya, meski banyak ceramah dilakukan bersamaan, suara speaker dari masing-masing bagian tidak mengganggu bagian lain.

Catatan: ceramah ini kemungkinan hanya ada di musim haji. 

Ceramah Berbahasa Indonesia


MAKAM NABI MUHAMMAD SAW

Biasanya, selepas Shalat Subuh, para jamaah akan berkunjung ke Makam Rasululllah SAW. Untuk menuju makam nabi harus melalui Pintu 1 atau dinamai Al-Salam Gate, di mana pergerakan jamaah diatur hanya searah mulai dari Pintu 1 ke Pintu 40. Jamaah pun tidak diperbolehkan untuk berhenti dalam waktu lama, hanya cukup untuk berdoa dan mengambil gambar.
Pintu menuju makam Nabi; Menuju makam nabi; Makam Nabi


MAKAM BAQI

Baqi adalah nama makam yang berada di sisi kiri Masjid Nabawi. Di pemakaman ini banyak terdapat keluarga serta sahabat Nabi Muhammad yang dikuburkan. Makam ini hanya bisa dikunjungi oleh jamaah pria saja, dan hanya dibuka pagi hari. Cocok untuk melanjutkan agenda setelah mengunjungi Makam Rasulullah SAW.

Makam Baqi


SEKITARAN MASJID NABAWI

Di bagian belakang Masjid Nabawi (Gerbang 16-27) terdapat banyak hotel bintang lima yang biasanya diperuntukkan untuk jamaah haji plus. Ada The Oberoi, Pullman Zam-zam, dan sebagainya. Di sini juga banyak terdapat resto Indonesia yang menjual makanan seperti bakso dan makanan khas Indonesia lainnya. Yang cukup surprise ternyata masih ketemu Starbucks di sini. Oiya, di dekat Gerbang 20-22, ada semacam obelisk dengan jam besar di atasnya. Ditambah dengan  banyaknya burung-burung yang hinggap dan berterbangan di sini, lokasi ini merupakan lokasi favorit untuk foto-foto buat orang Indonesia.  


Sarapan dulu ah..


RAUDHAH

Dari seluruh bagian di Masjid Nabawi, Raudhah adalah yang paling hiruk pikuk, penuh dengan orang-orang yang memperebutkan space kecil yang ditandai dengan karpet hijau yang membentang antara mimbar sampai kamar Rasulullah, seperti dikatakan dalam HR Bukhari dan Muslim: “Rasulullah bersabda: antara mimbarku dan rumahku merupakan taman dari taman-taman surga.” Raudhah merupakan tempat yang mustajab untuk berdoa, itu sebabnya orang bersedia untuk rebut-rebutan di sini. Pertama kali saya ke sana,  bahkan untuk sujud pun sangat sulit. Alhamdulillah kesekian kali ke sana berhasil juga sholat dengan posisi sujud dan ruku yang normal.

Menuju ke Raudhah cukup dengan menuju ke bagian depan masjid. Atau kalau pada saat langit-langit di Masjid Nabawi dibuka (yes, atap Masjid Nabawi bisa digeser-geser buka tutup), kita bisa lihat kubah hijau, nah di bawah itulah lokasi Raudhah. Raudhah dibuka untuk jamaah laki-laki setiap mendekati waktu sholat wajib. Sedangkan untuk jamaah wanita, waktunya adalah saat sholat Dhuha, antara Dzuhur dan Ashar, dan di malam hari. Raudhah juga ditandai dengan tirai plastik yang membentang panjang. Begitu tirai dibuka, semua orang akan berlari-lari menuju ke arah karpet hijau. Bismillah, semoga berhasil mendapatkan posisi sholat di Raudhah.


Raudhah


(c) images: private collectionswords: by MZ

11 February 2018

Menghafal Quran Lewat Nada


The Spark
Sebelum menunaikan ibadah haji pada tahun 2015, pada saat acara walimatussafar,  ustadzah yang memberikan tausyiah memberikan nasihat yang salah satunya adalah: “Jika kamu tidak sanggup menghafalkan 30 juz Al Quran, paling tidak hafalkanlah Juz 30.” Nasihat itu terus saya ingat dan jadikan sebagai salah satu target sepulang dari haji.

Goal Setting
Sekembalinya dari tanah suci, target tersebut saya coba realisasikan. Kebetulan dari salah satu buku yang saya beli, ada bonus buku saku Juz Amma. Saya canangkan untuk mulai menghafal Juz 30 tersebut. Targetnya tidak muluk-muluk: sebelum mati sudah harus hafal (tentunya dengan asumsi mencapai usia Nabi Muhammad ketika wafat :) ).

First Step
Surat pertama yang saya pilih untuk dihafalkan adalah surat Al Ghasyiyah. Alasannya sederhana, pertama karena saya sudah hafal surat Al A’laa, dan karena biasanya kedua surat tersebut dibacakan secara berpasangan di dalam shalat Jumat atau shalat lainnya. Namun kemudian saya menyadari bahwa hanya dengan membaca ayat-ayat suci tersebut sangatlah sulit untuk lekas hafal dan butuh alokasi waktu yang lama. Dibutuhkan cara lain yang lebih pas dalam menghafal.

“Imitation is the sincerest form of flattery”
Kebetulan saya suka musik. Ada ribuan koleksi lagu-lagu saya dalam bentuk MP3. Lagu-lagu terbaik disimpan di external card handphone untuk menemani perjalanan naik motor dari rumah ke kantor pergi pulang.  Muncullah ide untuk mencoba menghafal dengan cara mendengar MP3 Quran. Sekaligus saya juga berniat untuk mempelajari alunan nada (murottal) dari surat yang akan dihafal. Saya tahu, sama seperti jika mendengarkan lagu yang diputar berulang-ulang maka nadanya akan melekat di otak kita, Insya Allah jika mendengarkan MP3 Quran berulang-ulang maka bacaan sekaligus langgamnya akan selalu kita ingat. Apalagi sejak dulu saya ingin sekali bisa membaca Quran dengan murottal seperti yang sering diperdengarkan oleh mesjid-mesjid. Yah, jika pun tidak bisa punya style sendiri, menyontek style murottal orang pun jadilah, hehe..

Side by Side
Dimulailah searching untuk mencari MP3 Quran sampai pada akhirnya menemukan situs quranicaudio.com. Di situs ini ada lebih dari 70 qari’ , mulai dari Abdullah Awad al Juhani sampai Yasser ad Dussary, yang bisa kita download bacaan Quran-nya lengkap untuk 114 surat di dalam Al Quran. Pihan qari’ yang saya download tentu saja dimulai dari qari’ yang paling familiar: Abdur-Rahman as-Sudais dan Mishari Rashid al-Afasy. Luar biasa indah bacaan mereka, namun buat saya bacaan mereka terlalu sulit untuk diikuti. Akhirnya secara random sampling saya download bacaan dari beberapa qari’ yang ada untuk mendengar yang mana yang paling pas. Akhirnya saya menemukan bahwa bacaan Abdullah Awad al-Juhani adalah yang paling pas untuk saya. Jadilah MP3 Al Ghasyiyah dari al-Juhani, yang panjangnya hampir 2 (dua) menit, pindah dari web ke dalam handphone, di dalam folder baru, bersebelahan dengan folder MP3 lagu-lagu.

Over and over
Pagi-pagi sebelum motor bergerak, saya setel MP3 Quran, klik tombol loop, barulah roda berputar. Di sela-sela kemacetan Jakarta, tepat di kuping ini terdengar alunan murottal dari al-Juhani. Berulang-ulang. Setiap hari. Sebanyak 30 kali diperdengarkan selama 1 jam perjalanan berangkat dan 30 kali lagi selama perjalanan pulang. Sehingga total bisa mencapai lebih dari 60 kali dalam sehari, atau 300 kali seminggu mendengarkan ayat-ayat dari surat yang sama.
Dua atau tiga hari pertama saya hanya mencoba mendengarkan. Kemudian setelah itu saya mencoba menirukan ucapan ayat-ayat tersebut lengkap dengan alunan nadanya sambil terus mendengarkan. Pada malam hari, biasanya saya bandingkan apa yang saya dengar sepanjang perjalanan dengan apa yang tertulis di dalam Al Quran. Pada saat membandingkan ini terkadang baru disadari ada kekeliruan dalam penangkapan saya.
Berbeda dengan metode yang menganjurkan untuk menghafal satu ayat per hari, cara menghafal saya agak unik. Dari 26 ayat dalam surat Al Ghashiyah yang saya coba ikuti bacaannya, yang saya hafal terkadang hanya belakangnya saja, atau depannya saja, dsb.

Mmmm mmm ghashiyah
Mmmm mmm khasyi’ah

Laysa lahum mmm mmm illa mindhari’
..

Dari semula hanya sebagian kecil yang dapat ditiru, lambat-laun (mungkin sekitar dua sampai tiga minggu) dengan ijin Allah saya dapat menirukan seluruh kalimat sampai akhirnya hafal seluruh 26 ayat dalam surat Al Ghaasyiyah tersebut. Alhamdulillah.

Pitch Control
Biasanya, saya menganggap bahwa saya telah hafal suatu surat jika sudah berhasil membacanya tanpa lupa di dalam shalat jahriyah (shalat yang bacaannya dikeraskan, seperti Subuh, Maghrib, dan Isya). Pada saat itu saya baru menyadari satu hal: pitch atau nada dari al-Juhani yang tinggi sulit untuk digabung di dalam shalat dengan pitch surat Al Fatihah saya yang bariton. Ibaratnya seperti memainkan lagu dengan nada dasar yang berbeda-beda. Jiwa musikalitas saya agak terganggu, hehe..

Langkah pertama yang saya lakukan adalah menurunkan pitch bacaan al-Juhani ke level yang saya nyaman melantunkannya, termasuk surat Al Fatihah, sehingga praktis merombak total cara saya melantunkan bacaan sebagai imam. Selain itu, tempo bacaan al-Juhani yang cepat pun akan saya pelankan. Selain membuat lebih syahdu jika didengar, juga lebih memudahkan dalam proses menghafal. Untuk itu saya menggunakan aplikasi Music Speed Changer yang ada di Play Store untuk Android.
Tampilan Music Speed Changer 

Cut!
Setelah Al Ghasyiyah dan Al Fatihah, surat-surat lain dalam Juz 30 coba saya hafalkan dengan menggunakan metode yang sama. Alhamdulillah satu demi satu mulai hafal, sampai kemudian tiba giliran surat-surat yang lebih panjang. Untuk surat-surat ini, seperti An Naba, An Naziat, Abasa, dsb, perlu dilakukan pemotongan surat menjadi dua bagian. Bahkan untuk surat-surat lain di luar Juz 30 (Al Mulk, Al Waqiah, Ar Rahman, dsb) saya lakukan pemotongan menjadi 4 sampai 6 bagian. Tujuannya tentu agar lebih mudah dihafal, karena semakin pendek MP3 akan semakin mudah bagi kita untuk menghafalnya. Biasanya 2 menit adalah ukuran yang cukup ideal. Lebih dari itu biasanya akan lebih sulit untuk dihafal.  

Untuk melakukan pemotongan MP3 ini saya menggunakan aplikasi Music Player yang memiliki fitur Cut. Bagian yang sulit adalah untuk menentukan titik pemotongan yang pas sehingga tidak ada ayat yang terlewat ataupun terulang.
Tampilan Fungsi Cut di Aplikasi Music Player

 Never ending journey
Akhirnya setelah sekitar satu tahun, alhamdulillah seluruh Juz 30 bisa saya hafalkan. Cukup surprise, mengingat target awal yang tidak secepat itu. Satu per satu file MP3 di folder ‘MP3 Quran’ saya bertambah. Bahkan akhirnya folder MP3 lagu-lagu saya pun saya hapus dari dalam handphone. It doesn’t feel right to keep them, anyway.
Doakan saya agar bisa terus ingat surat-surat yang sudah saya hafal dan juga terus bertambah hafalan untuk surat-surat lainnya. Aamiin.

(c) images and words: by MZ